Tingginya angka pengangguran mendorong pemuda Indonesia untuk menciptakan usaha-usaha baru. Namun demikian, usaha baru ini masih banyak yang berorientasi pada tujuan kekayaan. "Untuk itu, ADI meluncurkan program Syaripreneur agar wirausaha-wirausaha baru tidak hanya melihat bisnis dari sisi profit, tetapi juga bisa menjalankannya sesuai dengan syariah Islam," ujar Ketua Bidang Koperasi ADI Achmad Tjahtja.
Ia menambahkan, program ini diberikan kepada dosen-dosen di Indonesia untuk menjadi bekal bagi mereka dalam menciptakan calon-calon wirausaha di kampus. "Dosen memiliki peran penting dalam menyiapkan ilmu dan mental mahasiswanya," tutur Achmad Tjahtja.
Tjahtja menilai, selama ini program-program pelatihan wirausaha hanya berkutat pada pelatihan konvensional. Artinya, pelatihan hanya difokuskan pada bagaimana mengembangkan bisnis untuk meningkatkan omzet. Padahal, kata Tjahtja, berbisnis tidak melulu bicara omzet. "Dalam bisnis, perlu juga dikembangkan nilai-nilai religius yang sesuai nilai syariah, seperti sistem berbagi dan nonribai" tegasnya.
Ia menjelaskan, dalam program Syaripreneur, akan dikembangkan pelatihan khusus dosen terkait bagaimana memberikan mood buster kepada mahasiswa untuk berwirausaha sesuai syariah. Sejauh ini, kata dia, tidak ada perbedaan mendasar terkait wirausaha biasanya dengan yang berbasis syariah. Namun, ada beberapa perlakuan terhadap bisnis yang tentu saja harus diperhatikan, seperti pengelolaan keuangan, tidak adanya sistem bunga, dan lain-lain. "Pelatihannya sedikit lebih kompleks," kata Tjahtja.
Ia mengemukakan, tidak hanya pelatihan, dosen juga diberi modal bergulir untuk mengimplementasikan teori yang diberikan kepada mahasiswa. Dosen juga diberi kesempatan untuk berwirausaha agar mahasiswa bisa melihat contoh tersebut dan berbuat hal yang sama. Dana bergulir ini berasal dari dana ADI dan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM.
Tjahtja menyebutkan, Kementerian Koperasi dan UKM telah melakukan kerja sama dengan beberapa universitas di Indonesia melalui konsep inkubator bisnis. Hal ini diharapkan bisa mendorong dosen tidak hanya berteori di kelas, tetapi juga membuktikan teorinya.
Sumber : Republika