PROFIL

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
BADAN HUKUM : 518/30/BH/II.14/VII/2012. Berdiri tanggal 15 April 2012. SEKRETARIAT : Jl. A. Sani Muthalib Gg. Sukarela No. 11 Kel. Terjun, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, PENGURUS : Ketua I Eko Hendra, Ketua II Erni, Sekretaris I Bambang Sutrisno, Sekretaris II Rina Yanti, Bendahara Rosita.

Rabu, 06 Juni 2012

Budidaya Lele Bantu Ekonomi Masyarakat Marelan

Banyak cara untuk menambah pemasukan bagi keluarga. Salah satunya dengan beternak lele. Dengan teknik dan media yang sederhana pun, tetap bisa membuat perkembangbiakan lele maksimal.
Hal tersebut dikemukakan Supayitno dan Tukiman yang merupakan anggota Kelompok Tani Sedar saat ditemui di rumahnya di Lingkungan IV, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan.

Diceritakan, dirinya dengan beberapa masyarakat lainnya saat ini sedang mencoba membudidayakan lele varietas sangkuriang untuk menambah pendapatan keluarga mereka. Menurutnya budidaya lele relatif lebih mudah daripada ikan lainnya. "Lele ikan yang mudah dibudidayakan, pun konsumennya banyak," katanya.

Untuk membudidayakan lele, ia membuat kolam dengan menggunakan terpal sebagai pengganti dinding batu. Terpal tersebut dibentuk persegi panjang dan diletakkan dalam lubang tanah dengan ukuran tertentu. Dalam kolam ukuran 150 cm x 3,5 meter tersebut berisi 2.500 ekor bibit lele.

"Umurnya sudah 2 bulan, dalam waktu dekat sudah bisa dipanen, untuk kebutuhan keluarga, selebihnya dijual," katanya.

Sebelum menebarkan bibit ke dalam kolam, terlebih dahulu ia menebarkan pupuk bokashi ke dalam kolam kemudian mengisinya dengan air dan dibiarkan selama seminggu baru bibit lele dapat dimasukkan. Teknik ini menjadikan kolam lebih bisa diatasi. "Kalau langsung dimasukkan, akan ada banyak kemungkinan kematian karena bau terpal itu bisa memengaruhi ketahanan bibit," katanya.

Sementara Tukiman mengatakan, dari bibit yang dimasukkan dalam kolam, menurutnya hanya 10 - 20% saja yang akan mengalami kematian. Selebihnya bisa dikonsumsi maupun dijual. Selama ini harga ikan lele cukup tinggi dan peminatnya pun juga tidak sedikit. Di pasaran, lele dihargai Rp 16.000 per kg dengan hitungan per kg sebanyak 10 ekor. "Kalau dihitung secara keseluruhan keuntunganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah, sementara modal yang dikeluarkan tidak begitu besar," ujarnya.

Sumber : Harian MedanBisnis

Potensi Wisata Danau Siombak Terancam Tak Tergarap Maksimal

Potensi wisata Danau Siombak di Kecamatan Medan Marelan terancam tidak tergarap maksimal. Pasalnya, hingga saat ini terjadi tumpang-tindih klaim kepemilikan lahan di kawasan danau tersebut. Bahkan, saat ini investor Malaysia sedang menimbang ulang rencana untuk berinvestasi di kawasan danau yang ada di utara Kota Medan tersebut.

"Situasi yang terjadi pada perkembangan wisata di Danau Siombak juga menunjukkan kalau sebenarnya Dinas Pariwisata Kota Medan tidak memiliki program apapun yang bisa memajukan pariwisata di danau tersebut. Seharusnya kalau ada investor yang menanamkan modalnya ya didukunglah. Darimanapun investornya, entah dari Malaysia entah dari dalam negeri, ya tetap harus didukung," ujar Sekretaris Komisi C DPRD Medan, Hasyim kepada wartawan di Medan, Jumat (25/5).

Ia mengatakan hal itu menyikap pertemuan antara Walikota Medan Rahudman Harahap dengan sejumlah pengusaha dan lawyer asal Malaysia yang didampingi Konsulat Jenderal (Konjen) Malaysia di Kota Medan, Puan Norlin Binti Othman, pada Jumat pagi.

Hasyim mendukung sepenuhnya sikap tegas Walikota Medan Rahudman Harahap yang menginginkan ada ketegasan tentang pemilik alas hak danau tersebut dan lahan di sekitarnya.

"Sebab, kalau sudah berkembang di tangan investor potensi wisata Danau Siombak, ada pula pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan lahan danau Siombak. Jangan sampai jadi preseden di kemudian hari soal kerumitan kepemilikan lahan di kawasan tersebut," kata Ketua Fraksi PDIP tersebut.

Ia meminta Pemko Medan selaku tuan rumah agar memberikan sejumlah kemudahan bagi investor seperti kemudahan perizinan, infrastruktur, serta lainnya.

Sebagai informasi, pihak Malaysia memertanyakan adanya klaim kepemilikan lahan Danau Siombak dan sekitarnya dari beberapa pihak. Padahal di saat yang sama, pengusaha Malaysia juga mengklaim telah memiliki hak penggunaan lahan di kawasan Danau Siombak dan sekitarnya.

Walikota dalam pertemuan itu menyebutkan, harus diupayakan kepastian tentang azas legalitas kepemilikan lahan di kawasan tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh MedanBisnis, Danau Siombak luasnya sekitar 16 hektare. Danau ini bukanlah danau alami layaknya danau-danau di tempat lain.

Danau Siombak terbentuk beberapa puluh tahun lalu, sebagai efek samping dari pengerukan tanah berton-ton kubik untuk proyek pembangunan infrastruktur di Kota Medan oleh pemerintahan Orde Baru. Setelah mengalami pengerukan seluas 16 hektare, lalu memunculkan kubangan besar yang akhirnya menjadi danau.

Sumber : Harian MedanBisnis

Kamaluddin Harahap Akan Perjuangkan Pemekaran Medan Utara

Wakil Ketua DPRDSU Ir H Kamaluddin Harahap MSi menegaskan, dirinya akan berada di barisan terdepan mengantarkan masyarakat Medan Utara yang lebih sejahtera melalui pemekaran. Sebab peme-karan merupakan harga mati dan tidak ada cara lain, karena Walikota Medan Rahudman Harahap hingga kini hanya rjanji tinggal janji, akan berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Medan Utara melalui sentuhan berbagai program pembangunan.

Hal itu dikemukakan Kamaluddin Harahap dalam sambutannya di acara reses ke daerah pemilihan Sumut 1 Kota Medan, temu ramah dengan masyarakat pesisir pantai di Belawan Kecamatan Medan Labuhan dan Medan Deli. Hadir di acara tersebut puluhan tokoh masyarakat Belawan, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumut Ihsan Rambe, Ketua dan Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Medan, Maulana Malik Muttaqin, serta tokoh Muhammadiyah dan PAN di Medan Labuhan.

Kamaluddin juga Wakil Sekjen DPP PAN menyatakan, perlunya pemekaran Medan Utara guna mendorong percepatan pembangunan Medan Utara. Serta mewujudkan pembentukan Pemko Medan Utara atau pemekaran sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2007.

Dia juga menilai, perlunya segera diwujudkan pemekaran Medan Utara mengingat selama ini, janji Walikota Medan baik masa Abdillah maupun Rahudman untuk membangun daerah pinggiran berupa perbaikan infrastrukur, pendidikan, kesehatan dan sektor kelautan belum menunjukkan realisasi yang diharapkan. Begitu juga dengan konsep dasar untuk mempercepat pembangunan Medan Utara masih kabur.

Otonomi Khusus

Karena itu, Kamaluddin mengaku sangat mendukung adanya rekomendasi agar Medan Utara dijadikan sebagai daerah otonomi khusus. Sebab dengan kekhususan itu, dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) triliunan rupiah yang diperoleh dari aktivitas ekonomi di Medan Utara bisa dikembalikan untuk percepatan pembangunan di segala bidang secara terencana dan benar.

"Kita sangat sedih dengan kondisi masyarakat dan proses pembangunan di daerah Medan Utara hingga kini masih memprihatinkan. Padahal, Medan Utara diketahui memiliki sumbangan dan pemasukan besar untuk keuangan Pemki Medan, mulai dari sektor industri dan perikanan serta kelautannya. Jadi jika pemekaran Medan Utara terwujud, maka kita yakin Medan Utara ini khususnya Belawan akan menjadi kota metropolitan, berish dan maju," kata Kamaluddin Harahap.

Menanggapi paparan Kamaluddin Harahap tersebut, kalanga masyarakat di kawasan Medan Utara khususnya Kecamatan Medan Labuhan dan Medan Deli menyatakan sangat mendukung komitmen Kamaluddin berada terdepan mewujudkan Medan Utara. Sebab kalangan masyarakat Medan Utara saat ini mengaku seperti dianak tirikan oleh Pemko Medan.

"Untuk itu, kami masyarakat Belawan umumnya kawasan Medan Utara berha-rap kepada bapak Kamaluddin Harahap tetap semangat dan tidak kendur memperjuangkan terwujudnya masyarakat Medan Utara. Bahkan kami berharap bapak Kamaluddin mengajak anggota dewan lain-nya khususnya pejabat pemerintah serta pihak-pihak lainnya untuk bersinergi d dalam menyuarakan aspirasi pemekaran Medan Utara ini," kata sejumlah masyarakat saat berdialog dengan Kamaluddin Harahap.

Pada kunjungan reses tersebut, kalangan masyarakat Belawan juga mengeluhkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 150 persen.

Sumber : Harian Analisa

Selasa, 05 Juni 2012

Pelaku UKM Marelan Minim Pembinaan

Para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Medan Marelan mengaku, sampai saat ini belum mendapatkan pembinaan secara nyata, apalagi pembinaan yang bersifat simultan dan terarah.
“Sejak dilakukan sosialisasi serta pelatihan usaha mikro lima bulan yang lalu sampai sekarang belum juga ada kelanjutannya," ungkap Y Laoli, salah seorang pelaku UKM Lauru Raya.

Di samping itu, kata dia, masih sulitnya pelaku usaha kecil mendapatkan kucuran dana, baik dalam bentuk pinjaman maupun hibah juga membuat pelaku usaha menjadi mati suri.

Pemilik usaha keranjang plastik yang beralamatkan di Jalan Maharani Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan misalnya. Mereka mengaku tidak sendiri, banyak lagi pelaku usaha kecil lainnya yang enggan mengajukan pinjaman ke lembaga perbankan ataupun isntansi terkait karena sulitnya persyaratan yang diminta.

“Seperti pelaku usaha harus memiliki jaminan agar bisa mendapatkan kredit lunak, padahal usaha itu sendiri sudah bisa dijadikan jaminan,” katanya.

Menanggapi minimnya pembinaan bagi pelaku UKM, pengamat UKM dari UISU, Yusrita mengatakan, bagi pelaku UKM yang harus dilakukan adalah sistem pendampingan hingga pelaku usaha mandiri. Untuk mengubah mindset masyarakat pelaku usaha juga harus diikuti dengan niat masyarakat sendiri untuk berubah dan berani mengambil risiko. "Kemauan pelaku UKM menjadi tolok ukur keberhasilan usaha mereka," ungkapnya.

Ditegaskan lagi, untuk melakukan pendampingan terhadap pelaku usaha harus dilakukan dengan cara coaching yakni  dengan melalui pendampingan berkelanjutan selama 6 bulan. “Pelaku usaha kita dampingi dan 2 minggu sekali dilakukan pengecekkan sesuai progress hingga mapan. Apa yang sudah dilakukan instansi terkait jangan sampai putus sebelum para pelaku usaha benar-benar memahami dan mandiri,” tandasnya.

Apalagi kata dia, sampai saat ini belum ada kesepakatan antara pelaku usaha dengan pendamping untuk mengarahkan kegiatan usahanya sampai dengan berdiri sendiri.

Sumber : Harian MedanBisnis

Muamalat - Muhammadiyah Marelan Jalin Kerjasama

Bank Muamalat Sub Branch Medan Marelan melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) dengan Pimpinan Cabang (PC) Muhammadiyah Medan dalam penyediaan layanan di berbagai bidang. 
Manajer Sub Branch Bank Muamalat Medan Marelan, Monica Melvalinda Sinaga mengatakan, penandatanganan ini ditujukan untuk lebih mendekatkan diri dengan nasabah khususnya  dengan organisasi-organisasi yang bergerak di bidang kemasyarakatan maupun keagamaan khususnya di wilayah kerja Bank Muamalat Kecamatan Medan Marelan dan sekitarnya.

Kerja sama dengan PC Muhammadiyah yang dilakukan 27 Mei meliputi berbagai bidang yang tujuannya tidak lain adalah untuk ikut mengembangkan usaha dan organisasi di bawah Muhammadiyah yang ada di Kecamatan Medan Marelan dan umumnya di wilayah Medan bagian Utara. 

Menurutnya, banyak tujuan saling menguntungkan yang akan dilaksanakan dengan PC Muhammadiyah Medan Marelan. Dalam waktu dekat, kerja sama itu juga akan dilakukan dengan berbagai sekolah yang ada di bawah naungan Muhammadiyah.

Bahkan menurut Monica, saat ini  sudah dijajaki  penerbitan kartu anggota Pemuda Muhammadiyah yang memiliki co-branding Bank Muamalat, sekaligus sebagai kartu ATM. Berbagai program pendanaan yang telah disepakati dengan PC Muhammadiyah Kecamatan Medan Marelan seperti pembangunan gedung dakwah, sekolah dan usaha kecil  dan sebagainya juga akan dicover.

Pada dasarnya, pelayanan  yang diberikan Bank Muamalat adalah berdasarkan prinsip syariah yaitu dengan akad mudharabah muthlaqah atau bagi hasil, sehingga masyarakat akan lebih aman untuk menitipkan uang atau dananya ke Bank Muamalat.

Sumber : Harian MedanBisnis

Senin, 04 Juni 2012

DULU SENTRA AGRIBISNIS, SEKARANG KAWASAN PEMUKIMAN (Bagian III/Habis)


Ke depan sesuai kemajuan teknologi, kota tidak lagi menyediakan tempat untuk pertanian tradisional, melainkan pertanian dengan teknologi yang memanfaatkan lahan yang sempit. 

SATU dasawarsa lalu, Kecamatan Medan Marelan masih merupakan sentra agribisnis, di mana salah satu potensi utamanya adalah produk sayur-mayur. Saat itu kawasan kecamatan di bagian utara Kota Medan ini merupakan pusat pertanian tanaman pangan terbesar di kota ini, baik dari segi luas lahan maupun jumlah produksi.

Selain tanaman pangan, Marelan juga pusat pengembangan peternakan, yang terbanyak di sana adalah sapi dan kambing. Di lahan-lahan yang luas tersebut, para petani umumnya melakukan diversifikasi usaha dengan bertani dan beternak.

Kini, seiring perkembangan kawasan tersebut sebagai permukiman yang ramai, sentra agribisnis tadi berangsur tergeser oleh kapling-kapling perumahan yang dibangun masyarakat maupun pengembang. Walaupun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Medan Marelan masih merupakan sentra agribisnis terbesar di Kota Medan, namun luas lahan saat ini jauh berkurang dibandingkan sepuluh tahun lalu.
Data BPS tahun 2007, luas areal pertanian di Kecamatan Medan Marelan 1.608 hektar atau 6,1% dari total luasan daerah Kota Medan. Sementara secara umum, luas areal pertanian di Kota Medan 7.587 hektar atau telah berkurang dari luas 7.727 hektar, dari catatan tahun 2004.
Ke depan sesuai kemajuan teknologi, kota tidak lagi menyediakan tempat untuk pertanian tradisional, melainkan pertanian dengan teknologi yang memanfaatkan lahan yang sempit. Untuk menunjang itu, tentu akan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Ketika menjelajah wilayah Kelurahan Terjun, yang di Kecamatan Medan Marelan merupakan salahsatu sentra pertanian dan peternakan, diperoleh informasi, sekitar lima atau enam tahun lalu pemerintah kecamatan setempat ada memasang plank informasi bahwa kawasan itu merupakan sentra agribisnis. Letaknya di ujung Jalan A Sani Muthalib Lingkungan I yang posisinya kini persis di lahan yang bersebelahan dengan kompleks Perumahan Graha Marelan.
 “Namun sekarang plank besar itu tidak ada lagi,” kata Sugiono, seorang petani setempat. Dia tidak tahu kapan plank itu diturunkan. “Mungkin karena sudah rusak,” ujarnya singkat.
Namun MedanBisnis melihat di sekitar kawasan itu lahan pertanian semakin sempit. Ada sepetak kebun sayur memanfaatkan kapling yang belum dibangun di Kompleks Graha Marelan.
Sementara di sebelah timur kompleks itu, hamparan lahan seluas sekitar 3,5 hektar yang dibiarkan ditumbuhi rumput, dipasangi plank bertuliskan ‘dijual’. Lalu di sebelah baratnya areal yang lebih luas lagi sudah dipagari tembok, dan juga dibiarkan kosong.
Menurut informasi, lahan-lahan tersebut memang sudah tak boleh ditanami lagi karena akan dibangun properti. Petani yang sebelumnya menanami lahan tersebut, tak bisa berbuat apa-apa karena selama ini mereka hanya berstatus penggarap.
Agak ke utara, arah Pasar UKA, didapati pula sebuah kompleks pemukiman yang baru selesai dibangun dan sebelahnya juga sudah berdiri kompleks sekolah menengah pelayaran. Informasi warga setempat, areal tersebut dulu juga lahan pertanian.
Jadilah, petani yang masih mau berusaha, berinisiatif mencari lahan kosong yang belum dibangun pemiliknya, seperti di kompleks Graha Marelan tadi. Sebagian lagi memanfaatkan lahan di kawasan hijau pinggiran Sungai Bedera, atau bahkan menyeberang ke sisi lain sungai tersebut dengan menanami tanah garapan milik perusahaan perkebunan negara.
Pengamat pertanian, Romi Calmaria, mengatakan, kondisi ini gambaran nasib umumnya petani di perkotaan, yang tidak memiliki lahan sendiri. “Akibat kondisi ini, di mana banyak lahan pertanian berganti jadi perumahan, mereka tak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa mencari lahan lain untuk digarap,” ulasnya.
Romi yang juga pengusaha pupuk organik POST dari CV Bina Tani Sejahtera, mengaku sempat mengamati kondisi pertanian di kawasan Marelan. “Saya melihat petani mulai terdesak ke pinggir-pinggir, bahkan ada yang di antara rumah-rumah warga. Kalaupun ada yang bertahan, saya yakin itu karena mereka pemilik lahan sendiri, namun perkiraan jumlahnya tak banyak,” ucapnya.
Begitupun, dia menilai, perumahan menggusur pertanian sebagai konsekuensi logis dari pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk yang membutuhkan tempat tinggal.
 “Dampaknya produksi pertanian di Kota Medan jelas menurun. Tapi suplai kebutuhan untuk pasar-pasar di kota ini, khususnya sayur-mayur, saya kira masih tercukupi dengan masuknya produksi daerah di sekitar Kota Medan yang mempunyai sentra tanaman,” ulas Romi.
Untuk peternakan, problemnya jelas lebih kompleks. Selain harus menghadapi masalah sulitnya mendapat rumput pakan, peternak juga harus bersinggungan dengan warga yang rumahnya dekat kandang ternak.
 “Ya, mau bilang apa lagi. Awalnya kami tinggal di sini, bertani dan beternak, saat penduduk masih sedikit. Lha, sekarang tiba-tiba sudah banyak yang membangun rumah. Kami pasrah saja, kalaupun kandang ternak harus digusur, ya kami cari tempat lain,” kata Tinik, peternak sapi.

Sumber : Harian MedanBisnis