Dewan Koperasi Indonesia meminta
pemerintah dan pihak terkait mewaspadai oknum melakukan manipulasi
terhadap eksistensi koperasi simpan pinjam terkait lahirnya
Undang-undang Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012. Teguh Boediyana, Ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), mengatakan kelahiran Undang-undang perkoperasian terbaru tersebut sangat memungkinkan dimanfaatkan oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab. ”UU Perkoperasian terbaru memang menutup kemungkinan keinginan oknum yang memanipulir eksistensi koperasi simpan pinjam (KSP). Oleh karena itu pemerintah harus komitmen dan konsekuen melaksanakan perintah UU," katanya. Intinya dia meminta pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM untuk melakukan pengawasan serta monitoring atas pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2012. Sebab, masyarakat perkoperasian tidak ingin UU tidak dipatuhi setelah ditetapkan pada akhir Oktober 2012. Pengawasan yang dimaksud, sesuai yang ditegaskan pada pasal 89 ayat 2 bahwa KSP hanya memberikan pinjaman kepada anggota. Selain itu KSP juga tidak dibenarkan menghimpun dana dari non anggota. Selama pasca pelaksanaan Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, operasional KSP banyak diragukan. Sebab, mereka menghimpun dana secara bebas dari anggota maupun non anggota yang sebenarnya dilarang secara undang-undang. Pada pasal 123 UU Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012, menegaskan operasional KSP ke depan paling lambat 3 bulan sejak menerima calon anggota, harus menetapkannya menjadi anggota. Termasuk terhadap calon anggota yang sudah terdaftar sebagai debitor, Menurut Teguh Boediyana, saat ini masih banyak strategi atau manipulasi dilakukan oknum pengelola KSP untuk tetap menjadikan seseorang calon anggota dengan menetapkan simpanan pokok sangat besar, Sebagai contoh, katanya, ada KSP yang mematok Simpanan Pokok hingga mencapai Rp100 juta. Oleh karena itu, Dekopin meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap operasional KSP sebelum lembaga pengawas koperasi dibentuk seperti amanat Undang-undang Perkoperasian terbaru. Undang-undang itu mengamanatkan penyusunan 10 Peraturan Pemerintah dan 6 Peraturan Menteri sebagai bentuk penegasan. “Kami menilai Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri harus segera diterbitkan.”
Sumber : Bisnis Indonesia
|
PROFIL
- KOPERASI MASYARAKAT SEJAHTERA
- Medan, Sumatera Utara, Indonesia
- BADAN HUKUM : 518/30/BH/II.14/VII/2012. Berdiri tanggal 15 April 2012. SEKRETARIAT : Jl. A. Sani Muthalib Gg. Sukarela No. 11 Kel. Terjun, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, PENGURUS : Ketua I Eko Hendra, Ketua II Erni, Sekretaris I Bambang Sutrisno, Sekretaris II Rina Yanti, Bendahara Rosita.
Rabu, 30 Januari 2013
KOPERASI SIMPAN PINJAM RENTAN MANIPULASI
Selasa, 29 Januari 2013
Ariadi Kembangkan Usaha Gula Tebu
Awalnya Ariadi tidak pernah berpikir
akan memiliki usaha pengolahan gula tebu, apalagi saat itu dia hanya
bekerja sebagai sales gula tebu di Tanjung Morawa. Namun, setelah
merasakan ”manisnya” usaha gula tebu, walau hanya sebagai sales, Ariadi
pun termotivasi untuk terjun langsung memproduksi sendiri.
Dia melihat permintaan gula tebu di pasaran cukup besar. Dia pun membanting setir. Dia membuat sendiri gula tebu dengan mendatangkan bahan baku dari Aceh. Kini Ariadi bisa memproduksi gula tebu hingga empat ton per bulannya.
“Nggak mau makan gaji buta dan saya ingin berkembang,” katanya saat ditemui MedanBisnis di rumah produksinya, Jalan A Sani Mutalib, Gang Mangga, Lingkungan IX Terjun, Medan Marelan.
Ariadi mengisahkan, dia memulai usahanya itu sejak empat tahun lalu. Dia dibantu tiga tenaga kerja dari warga setempat, bahkan sempat berpindah rumah produksi beberapa kali. Dalam perjalannya, gula tebu yang mereka buat mendapatkan respon baik dari konsumen. Meski baru dipasarkan di Kota Medan dan sekitarnya, ternyata permintaan tetap tinggi, bahkan ada yang datang dari Sibolga.
Dijelaskannya, kalau harga gula tebu lebih ekonomis dibandingkan gula aren. Per kilonya dia memasarkan mulai Rp 8.700 hingga Rp10.500. Tentunya tergantung kualitas.
“Gula tebu ini ada klasifikasi. Gula tebu untuk jamu Rp 8.700 per kilonya, gula tebu biasa dengan kualitas nomor dua, Rp 9.200, gula tebu sedang Rp 10 ribu, kemudian gula tebu enak Rp 10.500 per kilo,” terang Ariadi.
Ariadi yang juga anggota Koperasi Masyarakat Sejahtera ini mengaku belajar membuat gula tebu secara otodidak. Awalnya dia bisa membuat sampai 300 kg per hari. Modal awalnya juga tidak besar-besar sekali, hanya Rp 6 juta. "Modal awalnya dari uang celengan. Jumlahnya sekitar Rp 6 jutaan. Dengan uang itu sudah dapat bahan baku lengkap dengan alat," kenangnya.
Ditambah modal jaringan yang sudah dimilikinya saat menjadi sales, dia pun memasarkan produk tersebut di wilayah Kota Medan dan sekitarnya. Hasilnya tidak begitu mengecewakan.
Tingginya permintaan, menurut Ariadi, untuk memenuhi permintaan gula aren yang tinggi di pasar.
Sementara jumlah gula aren yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan. Sehingga gula yang satu ini bisa menjadi alternatif.
Gula tebu yang dibuatnya, menurut Ariadi, diolah dari gula tebu setengah jadi dengan menambahkan sebagian gula pasir. Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan kualitas gula terbaik. Setidaknya gulanya bisa bertahan selama sebulan di ruang terbuka dan lebih lama kalu disimpan di lemari pendingin.
Kalau balik ke belakang, sebetulnya Ariadi juga sempat memproduksi gula kelapa dengan mendatangkan bahan baku dari Pulau Jawa. Namun, usaha itu tidak berlanjut karena sering terkendala bahan baku.
Kini, dia sudah menetapkan pilihan dengan membuat gula tebu, apalagi omzet usahanya itu bisa berkisar Rp 36 juta hingga Rp 40 juta dengan margin keuntungan sekitar 10%. “Biaya operasionalnya tinggi. Marginnya hanya sekira 10 persen saja,” terangnya.
Dalam berusaha, menurut dia persoalan cuaca bisa menjadi kendala tersendiri. “Kalau panas, bahan bakunya cantik, kalau hujan jelek,” kata pria yang mengaku tidak mau hanya makan gaji saja. Ada satu hal yang disayangkannya, selama membuat gula tebu, dia mengaku belum pernah mendapatkan pembinaan dari instansi manapun untuk mengembangkan usaha dan pasarnya.
Sumber : Harian MedanBisnis
Dia melihat permintaan gula tebu di pasaran cukup besar. Dia pun membanting setir. Dia membuat sendiri gula tebu dengan mendatangkan bahan baku dari Aceh. Kini Ariadi bisa memproduksi gula tebu hingga empat ton per bulannya.
“Nggak mau makan gaji buta dan saya ingin berkembang,” katanya saat ditemui MedanBisnis di rumah produksinya, Jalan A Sani Mutalib, Gang Mangga, Lingkungan IX Terjun, Medan Marelan.
Ariadi mengisahkan, dia memulai usahanya itu sejak empat tahun lalu. Dia dibantu tiga tenaga kerja dari warga setempat, bahkan sempat berpindah rumah produksi beberapa kali. Dalam perjalannya, gula tebu yang mereka buat mendapatkan respon baik dari konsumen. Meski baru dipasarkan di Kota Medan dan sekitarnya, ternyata permintaan tetap tinggi, bahkan ada yang datang dari Sibolga.
Dijelaskannya, kalau harga gula tebu lebih ekonomis dibandingkan gula aren. Per kilonya dia memasarkan mulai Rp 8.700 hingga Rp10.500. Tentunya tergantung kualitas.
“Gula tebu ini ada klasifikasi. Gula tebu untuk jamu Rp 8.700 per kilonya, gula tebu biasa dengan kualitas nomor dua, Rp 9.200, gula tebu sedang Rp 10 ribu, kemudian gula tebu enak Rp 10.500 per kilo,” terang Ariadi.
Ariadi yang juga anggota Koperasi Masyarakat Sejahtera ini mengaku belajar membuat gula tebu secara otodidak. Awalnya dia bisa membuat sampai 300 kg per hari. Modal awalnya juga tidak besar-besar sekali, hanya Rp 6 juta. "Modal awalnya dari uang celengan. Jumlahnya sekitar Rp 6 jutaan. Dengan uang itu sudah dapat bahan baku lengkap dengan alat," kenangnya.
Ditambah modal jaringan yang sudah dimilikinya saat menjadi sales, dia pun memasarkan produk tersebut di wilayah Kota Medan dan sekitarnya. Hasilnya tidak begitu mengecewakan.
Tingginya permintaan, menurut Ariadi, untuk memenuhi permintaan gula aren yang tinggi di pasar.
Sementara jumlah gula aren yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan. Sehingga gula yang satu ini bisa menjadi alternatif.
Gula tebu yang dibuatnya, menurut Ariadi, diolah dari gula tebu setengah jadi dengan menambahkan sebagian gula pasir. Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan kualitas gula terbaik. Setidaknya gulanya bisa bertahan selama sebulan di ruang terbuka dan lebih lama kalu disimpan di lemari pendingin.
Kalau balik ke belakang, sebetulnya Ariadi juga sempat memproduksi gula kelapa dengan mendatangkan bahan baku dari Pulau Jawa. Namun, usaha itu tidak berlanjut karena sering terkendala bahan baku.
Kini, dia sudah menetapkan pilihan dengan membuat gula tebu, apalagi omzet usahanya itu bisa berkisar Rp 36 juta hingga Rp 40 juta dengan margin keuntungan sekitar 10%. “Biaya operasionalnya tinggi. Marginnya hanya sekira 10 persen saja,” terangnya.
Dalam berusaha, menurut dia persoalan cuaca bisa menjadi kendala tersendiri. “Kalau panas, bahan bakunya cantik, kalau hujan jelek,” kata pria yang mengaku tidak mau hanya makan gaji saja. Ada satu hal yang disayangkannya, selama membuat gula tebu, dia mengaku belum pernah mendapatkan pembinaan dari instansi manapun untuk mengembangkan usaha dan pasarnya.
Sumber : Harian MedanBisnis
Langganan:
Postingan (Atom)