PROFIL

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
BADAN HUKUM : 518/30/BH/II.14/VII/2012. Berdiri tanggal 15 April 2012. SEKRETARIAT : Jl. A. Sani Muthalib Gg. Sukarela No. 11 Kel. Terjun, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, PENGURUS : Ketua I Eko Hendra, Ketua II Erni, Sekretaris I Bambang Sutrisno, Sekretaris II Rina Yanti, Bendahara Rosita.

Kamis, 22 November 2012

BIROKRASI TOP DOWN MEMBUNUH UMKM

"Kebijakan pemerintah yang belum berpihak ke UMKM juga membuat sektor ini belum terberdayakan maksimal"


BIROKRASI pemerintah yang top down, kadang kala sudah membuat program tanpa mengetahui kebutuhan di lapangan, justru bisa membunuh  pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Cerita persahabatan monyet dengan ikan mas, di mana si monyet berinisiatif menyelamatkan rekannya ke atas pohon ketika banjir besar di sungai, bisa jadi perumpamaan. Memang si monyet bermaksud baik, tapi ketidakmengertiannya akan kebutuhan sang rekan justru membuat ikan mas mati," kata Wakil Ketua Umum Bidang UMKM dan Industri Kreatif Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumatera Utara, Ichsan Taufiq.
Ichsan berbicara di hadapan peserta pelatihan tenaga pendamping UMKM yang diselenggarakan Pusat Inkubator Bisnis Cikal USU bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan UMKM Sumut, di Hotel Grand Antares Medan,  Selasa (20/11).
Dia mengatakan, sebenarnya sudah banyak upaya dilakukan pemerintah untuk membangun UMKM. Bahkan terkait kendala permodalan, lewat peraturan perundang-undangan telah mengamanatkan perusahaan besar mengeluarkan dana coorporate social responsibility (CSR) selain 5% keuntungan perusahaan untuk membantu sektor tersebut. "Namun, target menciptakan 2% entrepreneur dari jumlah penduduk sebagai syarat menjadi sebuah negara maju, belum terwujud," katanya.
Dijelaskan, 50 juta lebih pelaku UMKM memang sudah sekitar 20% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Namun belum semuanya bisa dikategorikan entrepreneur, karena entrepreneur bukan berarti hanya membuat atau menjual satu dua jenis barang.
"Entrepeneur lebih pada kemampuan memberi nilai tambah bagi suatu produk atau barang. Tantangan sekarang adalah menaikkan taraf 50 juta lebih penduduk itu, hingga 2% di antaranya menjadi entrepreneur," jelasnya.
Kadin sendiri, dikatakan Ichsan, menyikapi kondisi tersebut dengan cara turun langsung ke pelaku UMKM. Lewat bidang UMKM dan industri kreatif yang dia bawahi, sudah mulai mentabulasi apa sebenarnya problematika UMKM untuk kemudian didialogkan dengan pemerintah. "Sampai ditemukan apa sebenarnya kendala dan kebutuhan UMKM, sehingga bisa dibuat program untuk membantunya," ucapnya.
Dia memaparkan lagi, kebijakan pemerintah yang belum berpihak ke UMKM juga membuat sektor ini belum terberdayakan maksimal. Sebenarnya, kata dia, pelaku UMKM tidak minta diistimewakan, hanya meminta pemerintah berada di tengah antara UMKM dengan usahawan besar. "Itu untuk semua aspek, seperti untuk mendapatkan akses modal dan akses sumber daya," tambahnya.
Dia mencontohkan persoalan bahan bakar minyak (BBM) solar. Ketika industri besar memperoleh kemudahan mendapatkan solar industri, bahkan langsung diantar ke lokasi, pelaku UMKM justru belum mendapat jawaban ketika meminta fasilitas sama.
Terkait keberpihakan lembaganya ke UMKM, Ichsan menyebutkan, sejak dua tahun lalu Kadin Sumut sudah mendirikan Layanan Pengembangan Usaha (LPU). Selain di Sumut, LPU baru ada di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
"LPU berfungsi mengadakan pelatihan, pendampingan sampai penyiapan SDM. Dalam aktivitasnya kami bekerjasama dengan Kadin Jerman. Jadi untuk pelaku UMKM yang ingin berkonsultasi, mengadakan pelatihan serta pembinaan SDM, silakan datang. Untuk beberapa kegiatan, kami mengupayakan pelatihan dan pendampingan gratis dengan mendatangkan tenaga ahli dari Jerman," katanya.

Sumber : Harian MedanBisnis

Usaha Juga Bisa Bermodal Sosial

"Dengan membangun jaringan (networking), satu usaha bisa terbangun dan sukses"
TERNYATA uang bukan segalanya dalam mengelola usaha. Meksi diakui peranan uang tidak bisa dilepaskan, namun bukanlah jadi modal faktor yang utama untuk sukses. Dengan membangun jaringan (networking), satu usaha bisa terbangun dan sukses.
Kepala Dinas Koperasi & UKM Sumut Jhonny Pasaribu melalui Kepala Bidang Bina Usaha Drs Murdeni Muis menyebutkan hal itu pada Pelatihan Tenaga Pendamping dalam Peningkatan Produktifitas dan Kapasitas UKM Tenant yang diselenggarakan pusat Inkubator Bisnis Cikal USU bekerjasama dengan Dinas Koperasi & UKM Sumut, Selasa (20/11).
Dijelaskannya, dalam mengelola usaha ada lima modal dasar. Masing-masing modal sosial disusul, modal keahlian, wirakoperasi, kepercayaan dan keuangan (financial). "Dengan modal sosial bisa cari uang. Namun dengan modal finansial, tidak bisa menjadi modal sosial," katanya seraya menekankan dalam mengelola usaha, yang diutamakan jaringan.
Bahkan selama ini, sebutnya, dalam mengelola usaha, masih terfokus pada modal financial. Dengan Dengan modal yang sekecil-kecilnya dan mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Namun sebanarnya dengan modal sosial tadi, bisa mendapatkan uang dengan adanya hubungan yang baik.
Deni sapaan akrabnya juga menambahkan, dalam membangun hubungan sosial ini, juga harus didukung dengan fikiran fositif. Oleh karenanya, bagi para pendamping, disarankan untuk membangun hubungan yang positif dengan yang mendampingi.
"Sebagai pendamping harus bisa membuat berfikir positif. Untuk bisa dia berfikir psotif ini, salah satunya dengan membangun komunikasi," katanya seraya menambahkan meski berfikir positif ini tidak semudah yang dibayangkan.
Salah satu peserta pelatihan Agus Hidayat dari KSU Pilar Karya Mandiri dalam kesempatan itu menguatkan argumen pengelolaan usaha tanpa modal tersebut. "Dulu saya, menjual beras organik dari nol modal. Dengan membawa ke teman-teman yang semua ada di Medan dan di perbankan,"katanya, namun kini dia sudah mendapatkan penawaran untuk mengisi beras organik di pusat perbelanjaan modern di Indonesia.
Dia membuktikan salah satu modal untuk usaha itu, tidak sepenuhnya modal finansial. Melainkan dengan modal sosial dan komunikasi. "Tadi kalau pak Deni mengatakan modal financial urutan kelima, kalau bagi saya modal itu ke 17," katanya di hadapan peserta lainnya.
Ketua Pusat Inkubator Bisnis Cikal USU, Prof Dr Ritha F Dalimunthe SE MSi dalam sambutannya menyebutkan, berdasarkan data resmi  Badan Pusat Statistik per Agustus 2012, tingkat pengangguran terbuka di Indonesa mencapai 6,14%n atau sekira 7,61 juta jiwa.
Pada kesempatan yang sama, dia menyebutkan persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi tersebut seperti rendahnya mutu dan kompetens sumber daya manusia. Selain itu, banyak lulusan sekolah menegah umum dan perguruan tinggi yang menganggur. Padahal banyak kesempatan kerja di dalam negeri. Namun yang dari potensi yang ada, hanya bisa terisi rata-rata 30%.
Minimnya pendidikan dan keterampilan kewirausahaan (enterprener) bagi angkatan kerja, sehingga  membuat mereka kurang mampu membuka lapangan kerja. Pada kesempatan yang sama dia menyebutkan, sebenarnya entreprener tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan pendidikan. Namun selama ini, banyak pihak yang salah paham dalam menginterpretasikannya.
Misalnya, enterpreneuer ini, adalah berdagang. Padahal, bukan. Kemudian pemahaman lainnya, enterprener itu, belajar membuat, memulai bisnis dengan modal, pendidikan  sekolah jurusan bisnis. Dia menekankan, bagi seorang enterprener dia harus tahu pasar dan apa yang diinginkan oleh pasar.
Pelatihan yang diselenggarakan selama tiga hari tersebut hingga 22 November 2012 tersebut menghadirkan sejumlah nara sumber seperti Drs Murdeni Lubis, Ketua Kadin Sumut Ivan Batubara, Koad Chamdi, Prof Ritha F Dalimunthe, Dr Yenni Absah, Aulia Ishak, Syafrizal Helmi, Prof Dr Prihatin Lumbanraja dan Lagut Sutandra SE MSi.


Sumber : Harian MedanBisnis