Awalnya Ariadi tidak pernah berpikir
akan memiliki usaha pengolahan gula tebu, apalagi saat itu dia hanya
bekerja sebagai sales gula tebu di Tanjung Morawa. Namun, setelah
merasakan ”manisnya” usaha gula tebu, walau hanya sebagai sales, Ariadi
pun termotivasi untuk terjun langsung memproduksi sendiri.
Dia
melihat permintaan gula tebu di pasaran cukup besar. Dia pun membanting
setir. Dia membuat sendiri gula tebu dengan mendatangkan bahan baku
dari Aceh. Kini Ariadi bisa memproduksi gula tebu hingga empat ton per
bulannya.
“Nggak mau makan gaji buta dan saya ingin berkembang,”
katanya saat ditemui MedanBisnis di rumah produksinya, Jalan A Sani
Mutalib, Gang Mangga, Lingkungan IX Terjun, Medan Marelan.
Ariadi
mengisahkan, dia memulai usahanya itu sejak empat tahun lalu. Dia
dibantu tiga tenaga kerja dari warga setempat, bahkan sempat berpindah
rumah produksi beberapa kali. Dalam perjalannya, gula tebu yang mereka
buat mendapatkan respon baik dari konsumen. Meski baru dipasarkan di
Kota Medan dan sekitarnya, ternyata permintaan tetap tinggi, bahkan ada
yang datang dari Sibolga.
Dijelaskannya, kalau harga gula tebu
lebih ekonomis dibandingkan gula aren. Per kilonya dia memasarkan mulai
Rp 8.700 hingga Rp10.500. Tentunya tergantung kualitas.
“Gula
tebu ini ada klasifikasi. Gula tebu untuk jamu Rp 8.700 per kilonya,
gula tebu biasa dengan kualitas nomor dua, Rp 9.200, gula tebu sedang
Rp 10 ribu, kemudian gula tebu enak Rp 10.500 per kilo,” terang Ariadi.
Ariadi yang juga anggota Koperasi Masyarakat Sejahtera ini mengaku belajar membuat gula tebu secara otodidak. Awalnya dia bisa
membuat sampai 300 kg per hari. Modal awalnya juga tidak besar-besar
sekali, hanya Rp 6 juta. "Modal awalnya dari uang celengan. Jumlahnya
sekitar Rp 6 jutaan. Dengan uang itu sudah dapat bahan baku lengkap
dengan alat," kenangnya.
Ditambah modal jaringan yang sudah
dimilikinya saat menjadi sales, dia pun memasarkan produk tersebut di
wilayah Kota Medan dan sekitarnya. Hasilnya tidak begitu mengecewakan.
Tingginya permintaan, menurut Ariadi, untuk memenuhi permintaan gula aren yang tinggi di pasar.
Sementara jumlah gula aren yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan. Sehingga gula yang satu ini bisa menjadi alternatif.
Gula
tebu yang dibuatnya, menurut Ariadi, diolah dari gula tebu setengah
jadi dengan menambahkan sebagian gula pasir. Hal itu dilakukannya untuk
mendapatkan kualitas gula terbaik. Setidaknya gulanya bisa bertahan
selama sebulan di ruang terbuka dan lebih lama kalu disimpan di lemari
pendingin.
Kalau balik ke belakang, sebetulnya Ariadi juga
sempat memproduksi gula kelapa dengan mendatangkan bahan baku dari
Pulau Jawa. Namun, usaha itu tidak berlanjut karena sering terkendala
bahan baku.
Kini, dia sudah menetapkan pilihan dengan membuat
gula tebu, apalagi omzet usahanya itu bisa berkisar Rp 36 juta hingga
Rp 40 juta dengan margin keuntungan sekitar 10%. “Biaya operasionalnya
tinggi. Marginnya hanya sekira 10 persen saja,” terangnya.
Dalam
berusaha, menurut dia persoalan cuaca bisa menjadi kendala tersendiri.
“Kalau panas, bahan bakunya cantik, kalau hujan jelek,” kata pria yang
mengaku tidak mau hanya makan gaji saja. Ada satu hal yang
disayangkannya, selama membuat gula tebu, dia mengaku belum pernah
mendapatkan pembinaan dari instansi manapun untuk mengembangkan usaha
dan pasarnya.
Sumber : Harian MedanBisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar