“Alih fungsi lahan
pertanian menjadi peruntukan lain marak dilakukan hampir di seluruh
daerah. Tak terkecuali di Medan Marelan. Sedikit demi sedikit namun
massif, lahan pertanian tersebut berubah menjadi kawasan pemukiman
maupun pertokoan. Jika hal ini dibiarkan saja, tidak tertutup
kemungkinan lahan pertanian semakin menyempit dan akhirnya mengancam
perekonomian masyarakat”.
Itulah yang dikatakan
Ketua Kelompok Tani Sedar Marioto saat ditemui di rumahnya
di Lingkungan IV, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, belum lama
ini.
"Laju konversi cukup banyak di Marelan, kalau ini dibiarkan, bisa saja kita kehilangan ikon Medan Marelan sebagai sentra produksi sayuran dataran rendah," katanya.
Di Kecamatan Medan Marelan, tahun 2010, luas lahan sawah mencapai 180 hektare namun saat ini tinggal 146 hektare. Sementara, luas lahan untuk sayuran dari 200 hektare pada 2010, kini menurut penghitungan yang sudah dilakukan sebelumnya, tersisa tinggal 170 hektare.
Marioto mengatakan, pengalihan fungsi lahan menjadi peruntukan lain bukan tanpa alasan. Masyarakat melihat bahwa sektor pertanian tidak lagi menguntungkan dan beralih ke profesi lain. Padahal, masyarakat di Kecamatan Medan Marelan sendiri secara turun-temurun berprofesi sebagai petani.
Hal tersebut membentuk suatu masyarakat agraris yang mana kehidupannya sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pertanian. Masyarakat setiap hari bisa ditemui sedang menggarap lahan persawahan padi maupun komoditas lainnya seperti sayuran. Kemudian menjadikan masyarakat Medan Marelan identik dengan pertanian yang maju.
“Bukti dari kedekatan itu adalah kecenderungannya untuk bertani meskipun tidak memiliki lahan sawah dan hanya memiliki sepetak pekarangan di sekitar rumah. Masyarakat memanfaatkan pekarangannya untuk bertanam apapun yang bisa menghasilkan dan menambah peendapatan keluarga," katanya.
Dikatakan Marioto, sejak 2010, masyarakat setempat memiliki semangat untuk memanfaatkan pekarangan rumahnya dengan menanam sayuran bernilai ekonomi tinggi. Tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan akan sayuran sehat bagi keluarga, tapi juga untuk menambah pendapatan keluarga.
Karena di saat panen muncul ide untuk memasarkannya kepada konsumen dengan tujuan mendapatkan laba. "Kalau saja pekarangan yang sempit saja dimanfaatkan masyarakat untuk bertani, mengapa lahan yang memang lahan pertanian harus dialihkan fungsinya menjadi peruntukan lain," katanya.
Pemanfaatan pekarangan ini, kata Marioto, sudah berhasil membantu perekonomian masyarakat Marelan. Petani sayuran, ia bisa mendapatkan laba sekitar Rp 200.000 per bulan dari hasil penjualan sayurannya. Bagaimana pula seandainya masing-masing petani memiliki lahan seluas minimal 5 rante, tentu laba yang diperoleh juga jauh lebih besar. “Kalau saja pekarangan sangat dibutuhkan untuk pertanian maka seharusnya lahan yang memang digunakan untuk pertanian semestinya tidak dialihkan fungsinya menjadi peruntukan lain,” kata Marioto mengimbau.
Sumber : Harian MedanBisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar