Usaha pembuatan keranjang kereta yang digeluti Yasozara Laoli
dengan sistem marketing titip jual bongkar pasang ternyata sangat
efektif dalam mengembangkan usaha keranjangnya yang makin berkembang.
Usaha
yang sudah berjalan sejak tahun 2004 ini menurut Laoli adalah dengan
menitipkan produknya kemudian menjual dan jika sudah laku dirinya akan
memasok lagi. “Dengan sistem marketing ini saya dan penjual atau pemilik toko tidak merasa terbebani bahkan bersifat terbuka serta saling percaya,” kata Laoli kepada MedanBisnis di tempat tinggalnya Jalan Maharani II No 42 Komplek P dan K Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.
Saat ini, kata dia, dirinya sudah mempekerjakan 10 orang pekerja yang kebanyakan para tetangga dekatnya. “Dengan usaha ini kita bisa membuka lapangan pekerjaan,” ungkapnya.
Dikatakannya, dengan bermodal semangat terlebih setelah dirinya tidak lagi bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan, Laoli mulai memanfaatkan tali-tali bekas packaging pabrik tempatnya dulu bekerja. Ia merajut tali-tali plastik tersebut menjadi tikar untuk kemudian dibentuk menjadi keranjang kereta. Akhirnya usaha pembuatan keranjang kereta itu berlanjut bahkan makin hari makin berkembang.
Bukan itu saja, menurut Laoli usaha pembuatan keranjang kereta itu juga sudah merambah ke seluruh penjuru Kota Medan meskipun penjualan dilakukannya seorang diri. “Lebih dari 30 kedai atau toko yang sudah menjual produk kami,” ungkapnya lagi.
Pemuda asal Nias tersebut selama tinggal di Medan tetap semangat dan survive manakala usahanya mengalami pasang surut. “Hanya niat dan tekad maka usaha saya ini bisa terus berkembang,” akunya.
Mengenai omzet setiap bulannya ia mengaku sudah lumayan. Bahkan jika dihitung setiap toko sudah ada stok produk miliknya senilai Rp 2 juta. “Jadi jika ada toko yang sudah habis produk sesuai jenis dan ukurannya mereka tinggal telepon dan saya akan mengantarnya kemudian pihak toko membayar batang yang sudah laku,” aku Laoli.
Untuk bahan bakunya sendiri Laoli sudah tidak susah lagi mengambil dari beberapa pabrik yang ada di KIM. Setiap bulannya sudah ada yang mengantar ke rumahnya. Untuk sekali antar kata dia, sekira 3 ton dan bahan baku tersebut untuk pengerjaan selama 3 bulan.
“Untuk pembelian bahan baku atau tali plastik saya mengeluarkan modal sekira Rp 5 juta atau sekitar Rp 5.000 per kg. Kemudian untuk upah pekerja setiap harinya rata-rata Rp 300 ribu. Setiap pekerja penghasilannya tidak sama karena sistem kerja borongan,” tambahnya.
Sampai kini jika dihitung laba yang didapat bisa mencapai 50% dari pengeluaran yang ada termasuk untuk beli bahan serta upah pekerja. “Sekitar Rp 10 juta keuntungan bersih dari 3 ton bahan baku dikurangi pengeluaran,” kata sarjana hukum itu.
Bahkan kata dia, sisa atau limbah dari bekas potongan-potongan tali untuk pembuatan keranjang juga dapat dijual ke penampung. “Jadi limbahnya seperti potongan tali maupun seng sudah ada yang menampungnya,” katanya lagi.
Dikatakannya, untuk keranjang kereta yang dijual kepada toko atau penjual dengan ukuran 28 dengan jenis bahan tali hijau harganya senilai Rp 120 ribu, jenis bahan tali campuran Rp 110 ribu, tali biasa Rp 100 ribu. Untuk ukuran 26 dengan bahan tali hijau dijual dengan harga Rp 115 ribu, tali campur Rp 105 ribu, tali biasa Rp 95 ribu. Sedangkan untuk keranjang ukuran 24 dengan bahan tali hijau dijual Rp 110 ribu, tali campur Rp 100 ribu, tali biasa Rp 85 ribu. “Jadi, harga tergantung ukuran dan jenis bahan tali,” ujarnya.
Laoli memberikan nama usahanya itu nama Usaha Lauru Raya yang menurutnya mengandung banyak arti dan makna. Tiga kata yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.Usaha yang berarti jerih payah,sedangkan lauru adalah bahasa Nias yang berarti tempat untuk mengukur padi sedangkan raya yang berarti timur. “Jadi Usaha Lauru Raya bisa diartikan sebagai jerih payah dalam usaha mencari nafkah. Dan kebetulan saya berasal dari Nias bagian timur,” jelasnya.
Sumber : Harian MedanBisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar