TERNYATA uang bukan segalanya dalam mengelola usaha. Meksi diakui peranan uang tidak bisa dilepaskan, namun bukanlah jadi modal faktor yang utama untuk sukses. Dengan membangun jaringan (networking), satu usaha bisa terbangun dan sukses."Dengan membangun jaringan (networking), satu usaha bisa terbangun dan sukses"
Kepala Dinas Koperasi & UKM Sumut Jhonny Pasaribu melalui Kepala Bidang Bina Usaha Drs Murdeni Muis menyebutkan hal itu pada Pelatihan Tenaga Pendamping dalam Peningkatan Produktifitas dan Kapasitas UKM Tenant yang diselenggarakan pusat Inkubator Bisnis Cikal USU bekerjasama dengan Dinas Koperasi & UKM Sumut, Selasa (20/11).
Dijelaskannya, dalam mengelola usaha ada lima modal dasar. Masing-masing modal sosial disusul, modal keahlian, wirakoperasi, kepercayaan dan keuangan (financial). "Dengan modal sosial bisa cari uang. Namun dengan modal finansial, tidak bisa menjadi modal sosial," katanya seraya menekankan dalam mengelola usaha, yang diutamakan jaringan.
Bahkan selama ini, sebutnya, dalam mengelola usaha, masih terfokus pada modal financial. Dengan Dengan modal yang sekecil-kecilnya dan mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Namun sebanarnya dengan modal sosial tadi, bisa mendapatkan uang dengan adanya hubungan yang baik.
Deni sapaan akrabnya juga menambahkan, dalam membangun hubungan sosial ini, juga harus didukung dengan fikiran fositif. Oleh karenanya, bagi para pendamping, disarankan untuk membangun hubungan yang positif dengan yang mendampingi.
"Sebagai pendamping harus bisa membuat berfikir positif. Untuk bisa dia berfikir psotif ini, salah satunya dengan membangun komunikasi," katanya seraya menambahkan meski berfikir positif ini tidak semudah yang dibayangkan.
Salah satu peserta pelatihan Agus Hidayat dari KSU Pilar Karya Mandiri dalam kesempatan itu menguatkan argumen pengelolaan usaha tanpa modal tersebut. "Dulu saya, menjual beras organik dari nol modal. Dengan membawa ke teman-teman yang semua ada di Medan dan di perbankan,"katanya, namun kini dia sudah mendapatkan penawaran untuk mengisi beras organik di pusat perbelanjaan modern di Indonesia.
Dia membuktikan salah satu modal untuk usaha itu, tidak sepenuhnya modal finansial. Melainkan dengan modal sosial dan komunikasi. "Tadi kalau pak Deni mengatakan modal financial urutan kelima, kalau bagi saya modal itu ke 17," katanya di hadapan peserta lainnya.
Ketua Pusat Inkubator Bisnis Cikal USU, Prof Dr Ritha F Dalimunthe SE MSi dalam sambutannya menyebutkan, berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik per Agustus 2012, tingkat pengangguran terbuka di Indonesa mencapai 6,14%n atau sekira 7,61 juta jiwa.
Pada kesempatan yang sama, dia menyebutkan persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi tersebut seperti rendahnya mutu dan kompetens sumber daya manusia. Selain itu, banyak lulusan sekolah menegah umum dan perguruan tinggi yang menganggur. Padahal banyak kesempatan kerja di dalam negeri. Namun yang dari potensi yang ada, hanya bisa terisi rata-rata 30%.
Minimnya pendidikan dan keterampilan kewirausahaan (enterprener) bagi angkatan kerja, sehingga membuat mereka kurang mampu membuka lapangan kerja. Pada kesempatan yang sama dia menyebutkan, sebenarnya entreprener tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan pendidikan. Namun selama ini, banyak pihak yang salah paham dalam menginterpretasikannya.
Misalnya, enterpreneuer ini, adalah berdagang. Padahal, bukan. Kemudian pemahaman lainnya, enterprener itu, belajar membuat, memulai bisnis dengan modal, pendidikan sekolah jurusan bisnis. Dia menekankan, bagi seorang enterprener dia harus tahu pasar dan apa yang diinginkan oleh pasar.
Pelatihan yang diselenggarakan selama tiga hari tersebut hingga 22 November 2012 tersebut menghadirkan sejumlah nara sumber seperti Drs Murdeni Lubis, Ketua Kadin Sumut Ivan Batubara, Koad Chamdi, Prof Ritha F Dalimunthe, Dr Yenni Absah, Aulia Ishak, Syafrizal Helmi, Prof Dr Prihatin Lumbanraja dan Lagut Sutandra SE MSi.
Sumber : Harian MedanBisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar