PROFIL

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
BADAN HUKUM : 518/30/BH/II.14/VII/2012. Berdiri tanggal 15 April 2012. SEKRETARIAT : Jl. A. Sani Muthalib Gg. Sukarela No. 11 Kel. Terjun, Kec. Medan Marelan, Kota Medan, PENGURUS : Ketua I Eko Hendra, Ketua II Erni, Sekretaris I Bambang Sutrisno, Sekretaris II Rina Yanti, Bendahara Rosita.

Senin, 04 Juni 2012

DULU SENTRA AGRIBISNIS, SEKARANG KAWASAN PEMUKIMAN (Bagian III/Habis)


Ke depan sesuai kemajuan teknologi, kota tidak lagi menyediakan tempat untuk pertanian tradisional, melainkan pertanian dengan teknologi yang memanfaatkan lahan yang sempit. 

SATU dasawarsa lalu, Kecamatan Medan Marelan masih merupakan sentra agribisnis, di mana salah satu potensi utamanya adalah produk sayur-mayur. Saat itu kawasan kecamatan di bagian utara Kota Medan ini merupakan pusat pertanian tanaman pangan terbesar di kota ini, baik dari segi luas lahan maupun jumlah produksi.

Selain tanaman pangan, Marelan juga pusat pengembangan peternakan, yang terbanyak di sana adalah sapi dan kambing. Di lahan-lahan yang luas tersebut, para petani umumnya melakukan diversifikasi usaha dengan bertani dan beternak.

Kini, seiring perkembangan kawasan tersebut sebagai permukiman yang ramai, sentra agribisnis tadi berangsur tergeser oleh kapling-kapling perumahan yang dibangun masyarakat maupun pengembang. Walaupun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Medan Marelan masih merupakan sentra agribisnis terbesar di Kota Medan, namun luas lahan saat ini jauh berkurang dibandingkan sepuluh tahun lalu.
Data BPS tahun 2007, luas areal pertanian di Kecamatan Medan Marelan 1.608 hektar atau 6,1% dari total luasan daerah Kota Medan. Sementara secara umum, luas areal pertanian di Kota Medan 7.587 hektar atau telah berkurang dari luas 7.727 hektar, dari catatan tahun 2004.
Ke depan sesuai kemajuan teknologi, kota tidak lagi menyediakan tempat untuk pertanian tradisional, melainkan pertanian dengan teknologi yang memanfaatkan lahan yang sempit. Untuk menunjang itu, tentu akan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Ketika menjelajah wilayah Kelurahan Terjun, yang di Kecamatan Medan Marelan merupakan salahsatu sentra pertanian dan peternakan, diperoleh informasi, sekitar lima atau enam tahun lalu pemerintah kecamatan setempat ada memasang plank informasi bahwa kawasan itu merupakan sentra agribisnis. Letaknya di ujung Jalan A Sani Muthalib Lingkungan I yang posisinya kini persis di lahan yang bersebelahan dengan kompleks Perumahan Graha Marelan.
 “Namun sekarang plank besar itu tidak ada lagi,” kata Sugiono, seorang petani setempat. Dia tidak tahu kapan plank itu diturunkan. “Mungkin karena sudah rusak,” ujarnya singkat.
Namun MedanBisnis melihat di sekitar kawasan itu lahan pertanian semakin sempit. Ada sepetak kebun sayur memanfaatkan kapling yang belum dibangun di Kompleks Graha Marelan.
Sementara di sebelah timur kompleks itu, hamparan lahan seluas sekitar 3,5 hektar yang dibiarkan ditumbuhi rumput, dipasangi plank bertuliskan ‘dijual’. Lalu di sebelah baratnya areal yang lebih luas lagi sudah dipagari tembok, dan juga dibiarkan kosong.
Menurut informasi, lahan-lahan tersebut memang sudah tak boleh ditanami lagi karena akan dibangun properti. Petani yang sebelumnya menanami lahan tersebut, tak bisa berbuat apa-apa karena selama ini mereka hanya berstatus penggarap.
Agak ke utara, arah Pasar UKA, didapati pula sebuah kompleks pemukiman yang baru selesai dibangun dan sebelahnya juga sudah berdiri kompleks sekolah menengah pelayaran. Informasi warga setempat, areal tersebut dulu juga lahan pertanian.
Jadilah, petani yang masih mau berusaha, berinisiatif mencari lahan kosong yang belum dibangun pemiliknya, seperti di kompleks Graha Marelan tadi. Sebagian lagi memanfaatkan lahan di kawasan hijau pinggiran Sungai Bedera, atau bahkan menyeberang ke sisi lain sungai tersebut dengan menanami tanah garapan milik perusahaan perkebunan negara.
Pengamat pertanian, Romi Calmaria, mengatakan, kondisi ini gambaran nasib umumnya petani di perkotaan, yang tidak memiliki lahan sendiri. “Akibat kondisi ini, di mana banyak lahan pertanian berganti jadi perumahan, mereka tak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa mencari lahan lain untuk digarap,” ulasnya.
Romi yang juga pengusaha pupuk organik POST dari CV Bina Tani Sejahtera, mengaku sempat mengamati kondisi pertanian di kawasan Marelan. “Saya melihat petani mulai terdesak ke pinggir-pinggir, bahkan ada yang di antara rumah-rumah warga. Kalaupun ada yang bertahan, saya yakin itu karena mereka pemilik lahan sendiri, namun perkiraan jumlahnya tak banyak,” ucapnya.
Begitupun, dia menilai, perumahan menggusur pertanian sebagai konsekuensi logis dari pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk yang membutuhkan tempat tinggal.
 “Dampaknya produksi pertanian di Kota Medan jelas menurun. Tapi suplai kebutuhan untuk pasar-pasar di kota ini, khususnya sayur-mayur, saya kira masih tercukupi dengan masuknya produksi daerah di sekitar Kota Medan yang mempunyai sentra tanaman,” ulas Romi.
Untuk peternakan, problemnya jelas lebih kompleks. Selain harus menghadapi masalah sulitnya mendapat rumput pakan, peternak juga harus bersinggungan dengan warga yang rumahnya dekat kandang ternak.
 “Ya, mau bilang apa lagi. Awalnya kami tinggal di sini, bertani dan beternak, saat penduduk masih sedikit. Lha, sekarang tiba-tiba sudah banyak yang membangun rumah. Kami pasrah saja, kalaupun kandang ternak harus digusur, ya kami cari tempat lain,” kata Tinik, peternak sapi.

Sumber : Harian MedanBisnis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar